LAMBANG
SIWALIMA
“SIWALIMA”
merupakan motto lambang Provinsi Maluku yang artinya milik bersama atas dasar
Siwalima, memupuk persatuan dan kesatuan untuk mencapai kesejateraan bersama.
Logo siwalima yang berlatar belakang perisai/salawaku didalamnya terdapat
lukisan daun sagu dan daun kelapa, mutiara, cengkeh, dan pala, tombak, gunung,
laut dan perahu.
Daun
Sagu, menggambarkan bahwa makanan pokok di daerah Maluku adalah sagu yang
melambangkan kehidupan.
Daun
Kelapa, menggambarkan hasil bumi berupa kelapa, yang banyak terdapat di Maluku.
Mutiara,
merupakan hasil laut yang khas dari daerah Maluku.
Tombak,
menggambarkan sikap ksatria dan gagah berani.
Gunung,
melambangkan kekayaan hasil hutan yang melimpah.
Laut
dan perahu, melambangkan persatuan dan kesatuan yang abadi.
Jumlah pucuk daun kelapa sebanyak 17,
melambangkan tanggal 17, sedangkan jumlah butir mutiara sebanyak 8,
melambangkan bulan 8 (agustus), dan pucuk daun sagu sebanyak 45, melambangkan tahun
45 (1945). Kesemuanya itu melambangkan hari yang sangat bersejarah, yaitu
Proklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945.
Maluku atau yang dikenal secara internasional
sebagai Moluccas dan Molukken adalah provinsi tertua yang ada di Indonesia dimana
lintasan sejarah Maluku sudah dimulai sejak zaman kerajaan-kerajaan besar di
Timur Tengah, seperti kerajaan Mesir yang dipimpin Fir'aun. Bukti bahwa sejarah
Maluku adalah yang tertua di Indonesia adalah catatan tablet tanah liat yang
ditemukan di Persia, Mesopotamia dan Mesir menyebutkan
adanya negeri dari timur yang sangat kaya, merupakan tanah surga, dengan hasil
alam berupa cengkeh, emas dan mutiara, daerah itu tak lain dan tak bukan adalah
tanah Maluku yang memang merupakan sentra penghasil Pala, Fuli, Cengkeh dan Mutiara. Pala dan Fuli dengan
mudah didapat dari Banda Kepulauan, Cengkeh dengan mudah ditemui
di negeri-negeri di Ambon, Pulau-Pulau Lease (Saparua, Haruku & Nusa
laut) dan Nusa Ina serta Mutiara dihasilkan dalam jumlah
yang cukup besar di Kota Dobo, Kepulauan Aru.
Maluku adalah sebuah provinsi
di Indonesia. Ibukotanya adalah Ambon. Pada tahun 1999, sebagian wilayah
Provinsi Maluku dimekarkan menjadi Provinsi Maluku Utara, dengan ibukota di
Sofifi. Provinsi Maluku terdiri atas gugusan kepulauan yang dikenal dengan
Kepulauan Maluku.
A. Sosial Budaya
1.
Suku Bangsa
Suku bangsa Maluku didominasi
oleh ras suku bangsa Melanesia Pasifik, yang masih berkerabat dengan Fiji,
Tonga, dan beberapa bangsa kepulauan yang tersebar di kepulauan Samudra
Pasifik.Banyak bukti kuat yang merujuk bahwa Maluku memiliki ikatan tradisi
dengan bangsa bangsa kepulauan pasifik, seperti bahasa, lagu-lagu daerah,
makanan, serta perangkat peralatan rumah tangga dan alat musik khas, contoh:
Ukulele (yang terdapat pula dalam tradisi budaya Hawaii).
Mereka umumnya memiliki kulit
gelap, rambut ikal, kerangka tulang besar dan kuat, dan profil tubuh yang lebih
atletis dibanding dengan suku-suku lain di Indonesia, dikarenakan mereka adalah
suku kepulauan yang mana aktivitas laut seperti berlayar dan berenang merupakan
kegiatan utama bagi kaum pria.
Pada masa modern saat ini,
banyak diantara mereka yang sudah memiliki darah campuran dengan suku lain,
perkawinan dengan suku Minahasa, Sumatra, Jawa, bahkan kebanyakan dengan bangsa
Eropa (umumnya Belanda dan Portugal) sudah lazim di masa modern ini, dan
melahirkan keturunan keturunan baru, yang mana sudah bukan ras Melanesia murni
lagi. Karena adanya percampuran kebudayaan dan ras dengan orang Eropa inilah
maka Maluku merupakan satu-satunya wilayah Indonesia yang digolongkan sebagai
daerah Mestizo.
2.
Bahasa
Bahasa yang digunakan di
provinsi Maluku adalah Bahasa Melayu Ambon, yang merupakan salah satu dialek
bahasa Melayu. Sebelum bangsa Portugis menginjakan kakinya di Ternate (1512),
bahasa Melayu telah ada di Maluku dan dipergunakan sebagai bahasa perdagangan.
Bahasa Indonesia, seperti di wilayah Republik Indonesia lainnya, digunakan
dalam kegiatan-kegiatan publik yang resmi seperti di sekolah-sekolah dan di
kantor-kantor pemerintah.Bahasa yang digunakan di pulau Seram, pulau ibu (Nusa
Ina/Pulau asal-muasal) dari semua suku-suku di Provinsi Maluku dan Maluku Utara
adalah sbb.:
Ø Bahasa
Wamale (di Seram Barat).
Ø Bahasa
Alune (di Seram Barat).
Ø Bahasa
Nuaulu (dipergunakan oleh suku Nuaulu di Seram selatan; antara teluk El-Paputih
dan teluk Telutih).
Ø Bahasa
Koa (di pegunungan Manusela dan Kabauhari).
Ø Bahasa
Seti (di pergunakan oleh suku Seti, di Seram Utara dan Telutih Timur).
Ø Bahasa
Gorom (bangsa yang turun dari Seti dan berdiam di Seram Timur).
Sebelum bangsa-bangsa asing
(Arab, Cina, Portugis, Belanda dan Inggris) menginjakan kakinya di Maluku
(termasuk Maluku Utara), bahasa-bahasa tersebut sudah hidup setidaknya ribuan
tahun. Bahasa Indonesia, seperti di wilayah Republik Indonesia lainnya,
digunakan dalam kegiatan-kegiatan publik yang resmi seperti di sekolah-sekolah
dan di kantor-kantor pemerintah, mengingat sejak 1980-an berdatangan 5000 KK (lebih)
transmigran dari Pulau Jawa dsb. Dengan banyaknya penduduk dari pulau lain tsb.
maka khazanah bahasa di Pulau Seram (dan Maluku) juga bertambah, yaitu kini ada
banyak pemakai bahasa-bahasa Jawa dan Bali dsb.
3.
Agama
Mayoritas penduduk di Maluku memeluk agama Kristen dan Islam. Hal ini
dikarenakan pengaruh penjajahan Portugis dan Spanyol sebelum Belanda yang telah
menyebarkan Kekristenan, dan pengaruh Kesultanan Ternate dan Tidore yang
menyebarkan Islam di wilayah Maluku serta Pedagang Arab di pesisir Pulau Ambon
dan sekitarnya sebelumnya.
4.
Perikanan
Dalam masyarakat Maluku dikenal suatu sistem
hubungan sosial yang disebut Pela dan Gandong
B. Perekonomian
Secara makro ekonomi, kondisi perekonomian Maluku cenderung membaik setiap
tahun. Salah satu indikatornya antara lain, adanya peningkatan nilai PDRB. Pada
tahun 2003 PDRB Provinsi Maluku mencapai 3,7 triliun rupiah kemudian meningkat
menjadi 4,05 triliun tahun 2004. Pertumbuhan ekonomi di tahun 2004 mencapai
4,05 persen dan meningkat menjadi 5,06 persen pada 2005. Namun lapangan kerja
diharapkan masih akan meningkat khususnya lewat investasi swasta.
·
Tenaga kerja.
·
Pertanian dan Perkebunan.
·
Hutan dan Ikan.
Hutan dan ikan merupakan komoditas utama di Maluku.
1.
Pariwisata
Sejak zaman purba kala, Maluku
diakui telah memiliki daya tarik alam selain daripada rempah-rempahnya. Terdiri
dari ratusan kepulauan membuat Maluku memiliki keunikan panorama disetiap
pulaunya dan mengundang banyak turis asing datang untuk mengunjungi bahkan
menetap di kepulauan ini. Selain objek wisata alam, beberapa peninggalan zaman
kolonial juga merupakan daya tarik tersendiri karena masih dapat terpelihara
dengan baik hingga sekarang. Beberapa dari objek wisata terkenal di Maluku
antara lain:
Ø Pantai
Natsepa, Ambon.
Ø Pintu
Kota, Ambon.
Ø Benteng
Duurstede, Saparua.
Ø Benteng
Amsterdam, Ambon.
Ø Benteng
Victoria, Ambon.
Ø Banda
Neira, Banda.
Ø Benteng
Belgica, Banda.
Ø Pantai
Hunimoa, Ambon.
Ø Pantai
Ngur Sarnadan (Pasir Panjang), Kai.
Ø Gua
Ohoidertavun di Letvuan, Kai.
Ø Sawai,
Seram.
Ø Leksula,
Buru.
Ø Pintu
Kota, Ambon.
Ø Pantai
Latuhalat, Ambon.
Ø Tanjung
Marthafons, Ambon.
Ø Taman
Manusela, Seram.
Ø Air
Terjun Waihetu, Rumahkay, Seram.
Ø Pantai
Hatuurang.
Ø Pantai
Lokki, Seram.
Ø Pantai
Englas, Seram.
Ø Pulau
Pombo.
Ø Pulau
Tiga.
Ø Pulau
Luciapara.
Ø Pulau
Ay, Run dan Rozengain (Hatta), Kep. Banda.
Ø Weluan,
Kep. Tanimbar.
Ø Pulau
Bais.
Ø Tanjung
Sesar, Seram.
Ø Pulau
Panjang, Pulau Lulpus dan Pulau Garogos.
Ø Gunung
Boy.
Ø Kilfura,
Seram.
Ø Pantai
Soplessy, Seram.
Ø Gua
Lusiala, Seram.
Ø Pantai
Kobisadar.
Ø Ahuralo,
Amahai.
Ø Gua
Hutan Kartenes.
Ø Goa
Akohy di Tamilouw, Seram.
Ø Benteng
Titaley, Seram.
Ø Danau
Binaya, Piliana
B. Seni
dan Budaya.
1.
Musik.
Alat musik yang terkenal adalah Tifa (sejenis gendang) dan Totobuang.
Masing-masing alat musik dari Tifa Totobuang memiliki fungsi yang bereda-beda
dan saling mendukung satu sama lain hingga melahirkan warna musik yang sangat
khas. Namun musik ini didominasi oleh alat musik Tifa. Terdiri dari Tifa yaitu,
Tifa Jekir, Tifa Dasar, Tifa Potong, Tifa Jekir Potong dan Tifa Bas, ditambah
sebuah Gong berukuran besar dan Toto Buang, yang merupakan serangkaian
gong-gong kecil yang di taruh pada sebuah meja, dengan beberapa lubang sebagai
penyanggah. Adapula alat musik tiup yaitu Kulit Bia (Kulit Kerang).
Dalam kebudayaan Maluku, terdapat pula alat musik petik yaitu Ukulele dan
Hawaiian seperti halnya terdapat dalam kebudayaan Hawaii di Amerika Serikat.
Hal ini dapat dilihat ketika musik-musik Maluku dari dulu hingga sekarang masih
memiliki ciri khas dimana terdapat penggunaan alat musik Hawaiian baik pada
lagu-lagu pop maupun dalam mengiringi tarian tradisional seperti Katreji.
Musik lainnya ialah Sawat. Sawat adalah perpaduan dari budaya Maluku dan budaya
Timur Tengah. Pada beberapa abad silam, bangsa Arab datang untuk menyebarkan
agama Islam di Maluku, kemudian terjadilah campuran budaya termasuk dalam hal
musik. Terbukti pada beberapa alat musik Sawat, seperti rebana dan seruling,
yang mencirikan alat musik gurun pasir.
Diluar daripada beragamnya alat musik, orang Maluku terkenal handal dalam
bernyanyi. Sejak dahulupun, mereka sudah sering bernyanyi dalam mengiringi
tari-tarian tradisional. Tak ayal bila sekarang, terdapat banyak penyanyi
terkenal yang lahir dari kepulauan ini. Sebut saja para legenda seperti Broery
Pesoelima dan Harvey Malaihollo. Belum lagi para penyanyi kaliber dunia lainnya
seperti Daniel Sahuleka, Ruth Sahanaya, Monica Akihary, Eric Papilaya, Danjil
Tuhumena, Romagna Sasabone, Harvey Malaihollo serta penyanyi-penyanyi muda
berbakat seperti Glen Fredly, Ello Tahitu dan Moluccas.
2.
Tarian
Tari yang terkenal adalah tari
Cakalele yang menggambarkan Tari perang. Tari ini biasanya diperagakan oleh
para pria dewasa sambil memegang Parang dan Salawaku (Perisai)Ada pula Tarian
lain seperti Saureka-Reka yang menggunakan pelepah pohon sagu. Tarian yang
dilakukan oleh enam orang gadis ini sangat membutuhkan ketepatan dan kecepatan
sambil diiringi irama musik yang sangat menarik.
Tarian yang merupakan penggambaran pergaulan anak muda adalah Katreji. Tari
Katreji dimainkan secara berpasangan antara wanita dan pria dengan gerakan
bervariasi yang enerjik dan menarik. Tari ini hampir sama dengan tari-tarian
Eropa pada umumnya karena Katreji juga merupakan suatu akulturasi dari budaya
Eropa (Portugis dan Belanda) dengan budaya Maluku. Hal ini lebih nampak pada
setiap aba-aba dalam perubahan pola lantai dan gerak yang masih menggunakan
bahasa Portugis dan Belanda sebagai suatu proses biligualisme. Tarian ini
diiringi alat musik biola, suling bambu, ukulele, karakas, guitar, tifa dan bas
gitar, dengan pola rithm musik barat (Eropa) yang lebih menonjol. Tarian ini
masih tetap hidup dan digemari oleh masyarakat Maluku sampai sekarang.
Karena tingginya nilai rempah-rempah di Eropa dan besarnya pendapatan yang
dihasilkan, Belanda dan Inggris segera terlibat dalam konflik untuk mendapatkan
monopoli atas wilayah ini. Persaingan untuk memiliki kontrol atas kepulaiuan
ini menjadi sangat intensif bahakn untuk itu Belanda bahkan memberikan pulau
Manhattan (sekarang New York), di pihak lain Inggris memberikan Belanda kontrol
penuh atas kepulauan Banda. Lebih dari 6.000 jiwa di Banda telah mati dalam
Perang Rempah-Rempah ini. Dan dikemudian hari, kemenangan atas kepulauan ini
dikantongi Kerajaan Belanda.
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar