Kamis, 06 Juni 2013 | By: Unknown

Keterkaitan pengaruh kebudayaan Sa Huynh terhadap kebudayaan Indonesia bagian Utara

Indonesia adalah negara yang kaya akan kebudayaannya,di tinjau dari luas negaranya indonesia mempunyai cakupan yang cukup luas,ditambah Indonesia adalah negara kepulauan yang mempunyai banyak sekali pulau pulau.Biasanya kebudayaan di Indonesia kental dengan nuansa agama.Indonesia adalah sebuah negara yang menjadikan pancasila sebagai landasan idiil negaranya dimana dalam sila sila tersebut berisikan makna yang mencakup olah pemikiran dari berbagai aspek kehidupan.Indonesia menghargai adanya banyak perbedaaan,mengingat Indonesia adalah sebuah negara yang mempunyai banyak suku dan ras.Tentunya ini semua mengilhami dari banyaknya kebudayaannya yang ada di indonesia.Terlepas dari itu semua,kebudayaan di Indonesia juga berasal dari pengaruh luar contohnya dari pengaruh kebudayaan yang berasal dari negara Vietnam yang bernama kebudayaan Sa Huynh jika kita mau melihat jauh lebih kedalam sebelum zaman ini memasuki zaman pra sejarah.Maka pada penulisan kali ini akan mengulas beberapa pengaruh kebudayaan Sa Huynh terhadap kebudayaan di indonesia.

Mungkin selama ini banyak yang kurang tahu mengenai perkembangan kebudayaan yang ada di negaranya masing masing,dan itu semua tak luput bagi negara yang kita cintai ini yakni Indonesia.Mungkin banyak yang tidak tahu bahwa bangsa Vienam mempunyai sumbangan cukup besar bagi perkembangan kebudayaan bangsa Indonesia salah satunya adalah kebudayaan Sa Huynh yang merupakan kebudayaan pantai dan berkembang di akhir zaman logam ,sekitar 600 SM - 1M.Vietnam merupakan sebuah negara dengan kebudayaan yang cukup kental.Coraknya yang sama dengan kebudayaan Indonesia memberikan sedikit pengaruh dan salah satunya kebudayaan Sa Huynh. Seperti kita ketahui bahwa zaman logam atau yang biasa disebut dengan zaman perundagian adalah sebuah masa perkembangan kebudayaan dimana mulai dikenal penggunaan alat alat yang terbuat dari logam secara dominan. Sebelumnya kebudayaan pra sejarah menggunakan batu sebagai alat dalam kehidupan mereka guna membantu aktivitas yang mereka lakukan. Zaman logam sendiri terbagi atas tiga periodisasi sesuai dengan kemajuan teknologi di dalamnya yakni zaman tembaga,zama perunggu dan zaman besi. Kebudayaan Sa Huynh menjadi saksi bisu dari ketiga zaman tersebut penamaan itu merujuk pada jenis logam yang dieksplorasi pada masa tersebut. Indonesia sendiri dan Asia tenggara secara umum tidak mengalami zaman tembaga namun langsung memasuki zaman perunngu dan zaman besi. Teknologi yang digunakan oleh kebudayaan Sa Huynh untuk membuat logam di curigai merupakan hasil perkenalan dan pengaruh dari kebudayaan cina.

      Pada dasarnya merupakan kebudayaan yang mirip dengan KebudayaanDongson. Karena peralatan yang banyak dipakai dalam kebudayaan SaHuynh adalah dari kebudayaan Dong Son. Dan kebudayaan Sa Huynh itu sendiri ditemukan di kawasan pantai Vietnam tengah ke selatan sampai lembah sungai Mekong. Budaya Sa Huynh didukung oleh kelompok sosial yakni yang berbahasa Cham (Austronesia) yang diperkirakan dari Indonesia. Penduduk yang mendiami wilayah Sa Huynh ini diperkirakan berasal dari semenanjung melayu atau Kalimantan. Seorang arkeolog mengemukakan bahwa sebelum munculnya budaya Sa Huynh atau budaya turunan langsung dari Sa Huynh daerah Vietnam selatan oleh bangsa yang berbahasa Austronesia orang orang cham (Campa) pernah mengembangkan peradaban yang dipengaruhi oleh kebudayaan India.Kemudian mereka dikalahkan oleh ekspansi yang dilakukan oleh penduduk mayoritas Vietnam sekarang,mereka yang tetap bertahan menjadi kaum minoritas di tempat tersebut.Keberadaan masyarakat cham di pusat pusat penemuan benda benda logam di Vietnam Utara pada akhir masa prasejarah ini memiliki arti yang sangat besar bagi masyarakat Indonesia. Mereka adalah kelompok masyarakat yang menggunakan bahasa Austronesia dan memiliki kedekatan fisik dengan orang orang Indonesia. Kebudayaan Sa Hyunh yang diketahui hingga kini kebanyakan berbentuk kuburan tempayan yakni jenazah dimasukkan kedalam tempayan besar. Penguburan jenis ini merupakan adat yang mungkin di bawa oleh orang orang cham gelombang pertama ke Indonesia karena pada kebudayaan Dong Son atau yang lain yang sezaman di Asia Tenggara.


Sumber :





Tentang Sumetera Utara


Provinsi Sumatera Utara terletak pada 1° - 4° Lintang Utara dan 98° - 100° Bujur Timur, Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 71.680 km².
Sumatra Utara pada dasarnya dapat dibagi atas:



·         Pesisir Timur
·         Pegunungan Bukit Barisan
·         Pesisir Barat
·         Kepulauan Nias


            Pesisir timur merupakan wilayah di dalam provinsi yang paling pesat perkembangannya karena persyaratan infrastruktur yang relatif lebih lengkap daripada wilayah lainnya. Wilayah pesisir timur juga merupakan wilayah yang relatif padat konsentrasi penduduknya dibandingkan wilayah lainnya. Pada masa kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini termasuk residentie Sumatra's Oostkust bersama provinsi Riau.
            Di wilayah tengah provinsi berjajar Pegunungan Bukit Barisan. Di pegunungan ini terdapat beberapa wilayah yang menjadi kantong-kantong konsentrasi penduduk. Daerah di sekitar Danau Toba dan Pulau Samosir, merupakan daerah padat penduduk yang menggantungkan hidupnya kepada danau ini.
            Pesisir barat merupakan wilayah yang cukup sempit, dengan komposisi penduduk yang terdiri dari masyarakat Batak, Minangkabau, dan Aceh. Namun secara kultur dan etnolinguistik, wilayah ini masuk ke dalam budaya dan Bahasa Minangkabau.
            Pada dasarnya, bahasa yang dipergunakan secara luas adalah Bahasa Indonesia. Suku Melayu Deli mayoritas menuturkan Bahasa Indonesia karena kedekatannya dengan Bahasa Melayu yang menjadi bahasa ibu masyarakat Deli. Pesisir timur seperi wilayah Serdang Bedagai, Pangkalan Dodek, Batubara, Asahan, dan Tanjung Balai, memakai Bahasa Melayu dialek "o" begitu juga di Labuhan Batu dengan sedikit perbedaan ragam. Di Kabupaten Langkat masih menggunakan bahasa Melayu dialek "e" yang sering juga disebut bahasa Maya-maya. Mayarakat Jawa di daerah perkebunan, menuturkan Bahasa Jawa sebagai pengantar sehari-hari.
            Di kawasan perkotaan, orang Tionghoa lazim menuturkan Bahasa Hokkian selain bahasa Indonesia. Di pegunungan, masyarakat Batak menuturkan Bahasa Batak yang terbagi atas empat logat (Silindung-Samosir-Humbang-Toba). Bahasa Nias dituturkan di Kepulauan Nias oleh suku Nias. Sedangkan orang-orang di pesisir barat, seperti Kota Sibolga, Kabupaten Tapanuli Tengah, dan Mandailing Natal menggunakan Bahasa Minangkabau.
            Sumatera  Utara yang kaya dengan budaya adat istiadat dan keindahan alamnya.
Sumatera Utara kaya dengan berbagai adat budaya atau etnis yang beragam antara lain : Etnis Melayu, 
Batak Toba, Batak Karo, Batak Angkola, Batak Pakpak Dairi, Batak Simalungun, Nias, Etnis Sibolga 
Pesisir, dan etnis pendatang.
            Semua etnis memiliki nilai budaya masing-masing, mulai dari adat istiadat, tari daerah, jenis makanan,
 budaya dan pakaian adat juga memiliki bahasa daerah masing-masing. Keragaman budaya ini sangat 
mendukung dalam pasar pariwisata di Sumatera Utara. Walaupun begitu banyak etnis budaya di Sumatera 
Utara tidak membuat perbedaan antar etnis dalam bermasyarakat karena tiap etnis dapat berbaur satu sama 
lain dengan memupuk kebersamaan yang baik. kalau di lihat dari berbagai daerah bahwa hanya Sumatera 
Utara yang memiliki penduduk dengan berbagai etnis yang berbeda dan ini tentunya sangat memiliki nilai positif terhadap daerah sumatera utara.



Kekayaan budaya yang dimiliki berbagai etnis yaitu :



            Batak Toba dengan Tarian Tortor, Wisata danau toba, wisata megalitik (kubur batu), legenda (cerita 


rakyat), adat budaya yang bernilai tinggi dan kuliner. Batak Karo yang terkenal dengan daerah Berastagi 
dengan alam yang sejuk dan indah, penghasil buah-buahan dan sayur-sayuran yang sudah menembus pasar 
global dan juga memiliki adat budaya yang masih tradisional. 
           Etnis Melayu yang terkenal dengan berbagai peninggalan sejarah seperti Istana Maimoon, tari derah 
dan peninggalan rumah melayu juga masjid yang memiliki nilai sejarah yang tinggi. 



            Batak Angkola yang terkenal dengan kultur budaya yang beragam, mulai dari tari daerah adat istiadat dan merupakan penghasil salak (salak sidempuan) yang juga sudah dapat menembus pasar 


global.Batak Pakpak Dairi yang dikenal dengan peninggalan sejarah megalitik berupa mejan dan patung ulubalang dan tentunya juga memiliki adat istiadat dan tari daerah juga alat musik yang khusus.
            Etnis Simalungun memiliki peninggalan sejarah berupa Rumah Bolon atau yang dikenal dengan Museum Lingga/Rumah Bolon yang pada tempat itu masih terdapat berbagai peninggalan sejarah dan etnis 
Simalungun juga memiliki adat istiadat dan budaya yang tersendiri. 
            Etnis Nias memiliki daerah yang kaya dengan wisata alam yang sangat menakjubkan yang telah memiliki nilai jual hingga ke mancanegara, daerah ini juga memiliki kekayaan situs megalitik dan daerah ini masih tergolong daerah yang orisinal yang belum terlindas dengan kemajuan zaman karena didaerah ini masih banyak peninggalan megalitik seperti kampung batu, nilai budaya yang tradisional dan banyak lagi yang sangat bernilai tinggi, dan menurut cerita masyarakat setempat, daerah tersebut sudah direncanakan untuk dijadikan salah satu zona situs megalitik yang dilindungi dunia. 

            Etnis Sibolga Pesisir ini juga memiliki berbagai budaya dan adat istiadat yang khusus yang juga memiliki nilai sejarah yang sangat berharga.Dari semua etnis tersebut maka dapatlah dikatakan bahwa Sumatera Utara memiliki kekayaan budaya dan etnis juga sejarah yang patut untuk diperhitungkan dan dijaga kelestariannya demi mengangkat martabat bangsa Indonesia di bidang Kebudayaan dan Pariwisata.Budaya Sumatera Utara - Seni Kebudayaan Tradisional Propinsi Daerah Sumut. Sumatra Utara memiliki khasanah kekayaan budaya yang beraneka ragam. Kebudayaan daerah Sumsel tersebut meliputi adat istiadat, seni tradisional, dan bahasa daerah.
            Di Propinsi Sumatera Utara terdapat beberapa suku yang mendiami propinsi tersebutdiantaranya adalah suku Melayu, suku Nias, suku Batak Toba, suku Pakpak, Karo, Simalungun, Tapanuli Tengah, suku Tapanuli Selatan yang terdiri dari suku Sipirok, suku Angkola, Padang Bolak, serta Mandailing, Namun ada juga pendatang seperti suku Minang, Jawa serta Aceh. Pendatang ini membawa kebudayaan serta adat-istiadatnya masing-masing.

Seni Budaya Sumatera Utara

Musik daerah Sumatera Utara
            Sama seperti budaya daerah lainnya yang ada di Indonesia Sumatera Utara juga memilki musik yang khas daerah Sumse. Musik yang biasa dimainkan di Sumatra Utara ini tergantung dengan upacara-upacara adat yang diadakan di Sumut. Yang menjadi ciri khas adalah terdapat alunan musik genderang. Seperti misalnya pada Etnis Pesisir yang memiliki serangkaian alat musik yang sebut dengan Sikambang.

Tarian Budaya Sumatera Utara
            Memiliki beraneka ragam seni tari tradisional yang terbagi beberapa macam. Ada yang bernuansa magis yang berupa tarian sakral namun ada juga yang sifatnya untuk hiburan saja yang berupa tari profan. Jenis tari adat Sumut merupakan bagian dari upacara adat, sedangkan tari sakralnya biasanya ditarikan oleh dayu-datu.
Beberapa tarian yang berasal dari Sumatera Utara adalah tari Tortor, morah-morah, parakut, sipajok, patam-patam sering dan kebangkiung, tortor nasiaran, tortor tunggal panaluan.


Koteka Aset Budaya Papua

     Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan nilai nilai budayanya itu terbukti dengan banyaknya kepulauan yang terbentang dari sabang samap merauke, disetiap pulau didiami oleh beraneka suku bangsa dari mulai suku dayak, sunda dan banyak lagi lainnya, pada kesempatan kali ini saya akan sedikit mengulas mengenai salah satu kebudayaan yang terdapat di negara kita salah satunya kebudayaan yang terdapat di wilayah Indonesia yang terletak paling barat, yakni Papua atau yang dulunya kita kita kenal dengan sebutan Irian Barat.

     Di papua masih banyak kita jumpai suku suku asli yang mendiami daerah tersebut, kebanyakan dari mereka belum tersentuh oleh pengaruh budaya luar tidak seperti di pulau pulau lainnya seperti pulau Jawa, pulau Sumatera dan lain lainnya. Hal ini membuat keadaan akan budayanya masih belum terkontaminasi oleh kebudayaan dari luar pulau tersebut. Batapa indahnya bangsa kita jika kebudayaan akan dari tiap daerahnya masing masing masih utuh dengan seutuhnya tanpa harus tepengaruhi oleh kebudayaan dari negara asing. Kali ini saya akan sedikit mengulas mengenai koteka, mungkin sudah tak asing lagi bagi kita semua dengan kata kata itu. Koteka merupakan pakaian untuk menutupi kemaluan dari para pria di Papua. Secara harfiah kata ini bermakna pakaian, berasaladari bahasa Mee suku Dani yang hidup di lembah Baliem – Wamena – kabupaten Jaya wijaya menyebut pakaian tradisional laki-laki ini dengan nama holim atau horim. Selanjutnya setiap suku masyaraskat pribumi pegunungan tengah mempunyai nama sendiri


Gambar Koteka

         Orang Mee menyebutnya bobbe. Bobbe biasanya di tanam di kebun atau di halaman rumah. Proses pembuatannya, bobbe dipetik (biasanya yang sudah tua) kemudian dimasukkan kedalam pasir halus. Di atas pasir halus tersebut dibuat api yang besar. Setelah panas kulit bobbe akan lembek dan isinya akan mencair, lalu biji-biji beserta cairan akan keluar dari dalam ruas bobbe. Setelah itu, bobbe digantung (dikeringkan) di perapian hingga kering. Setelah kering dilengkapi dengan anyaman khusus dan siap pakai sebagai koteka.


Di tahun 1950, Misionaris yang datang ke Papua, telah mengkampanyekan penggunaan celana sebagai pengganti Koteka, namun usaha itu tidak sepenuhnya berhasil, karena Suku Dani dilembah baliem saat itu masih ada yang menggunakan Koteka, hingga memasuki tahun 1960 Pada masa Pemerintahan RI, kampanye penggunaan celana terus di suarakan, namun belum berdampak signifikan.

Memasuki Tahun 1971 melalui Gubernur Frans Kaisepo, kampanye anti koteka di gelar, pada masa ini di kenal sebagai "operasi koteka", dengan cara membagi-bagikan Pakaian kepada penduduk, namun operasi itu berdampak pada penyakit kulit yang menyerang warga, dikarenakan tidak adanya sabun untuk mencuci pakaian.


Di Tahun - tahun berikutnya pemakaian Koteka pada Masyarakat penggunungan Papua semakin berkurang, itu dikarenakan perkembangan hidup modern, dan telah banyaknya laki-laki penggunungan papua yang terpelajar, Penggunaan Koteka pada saat ini, masih dapat di Jumpai ketika berlangsungnya Upacara Adat, namun tidak menutup kemungkinan penggunaan Koteka akan semakin tersisihkan.


Berita
Mendaftarkan Koteka sebagai warisan Budaya tak benda ke Unesco, yang merupakan usulan dari Balai Penelitian Arkeolog  Jayapura, Papua, adalah tindakan yang tepat, untuk mengupayakan Budaya Papua yang juga harus memiliki Payung Hukum, dengan begitu peninggalan sejarah Budaya tidak musnah, namun bisa menjadi ingatan sejarah masa lampau yang akan menjadi bagian dari ilmu pendidikan yang mengulas tentang sejarah kehidupan sosial budaya masyarakat Papua pada jaman sebelum modern.

Kesimpulan
Setelah mengetahui Sejarah dan Fungsi Koteka dalam kehidupan masyarakat Papua, penulis tidak menemukan Filosofi yang terkandung dalam koteka itu sendiri, namun penilain-nya lebih kepada unsur seni dan keterampilan. Di jaman modern ini, Koteka yang semakin tersisih, akan fungsinya memang patut untuk tetap di lestarikan dengan cara - cara mengalih fungsikan Koteka tanpa meninggalkan nilai - nilai yang terkandung di dalamnya. Koteka bisa digunakan sebagai media melukis dan souvenir bagi wisatawan, selain itu, dengan melestarikannya sama juga menghargai seni dan keterampilan warga setempat.


Koteka merupakan aset budaya bangsa, sekalipun di era yang modern nanti Koteka telah memiliki fungsi lain, namun tetap menjadi bagian dari kebudayaan yang tak boleh dilupakan, dengan terus melestarikan kebudayaan, sama juga telah menjaga aset budaya yang memiliki nilai - nilai leluhur didalamnya dan tidak hilang di tengah perkembangan jaman.

KEBUDAYAAN MALUKU SEBAGAI SALAH SATU PROVINSI YANG TERDIRI DARI KEPULAUAN



LAMBANG SIWALIMA
“SIWALIMA” merupakan motto lambang Provinsi Maluku yang artinya milik bersama atas dasar Siwalima, memupuk persatuan dan kesatuan untuk mencapai kesejateraan bersama. Logo siwalima yang berlatar belakang perisai/salawaku didalamnya terdapat lukisan daun sagu dan daun kelapa, mutiara, cengkeh, dan pala, tombak, gunung, laut dan perahu.
Daun Sagu, menggambarkan bahwa makanan pokok di daerah Maluku adalah sagu yang melambangkan kehidupan.
Daun Kelapa, menggambarkan hasil bumi berupa kelapa, yang banyak terdapat di Maluku.
Mutiara, merupakan hasil laut yang khas dari daerah Maluku.
Tombak, menggambarkan sikap ksatria dan gagah berani.
Gunung, melambangkan kekayaan hasil hutan yang melimpah.
Laut dan perahu, melambangkan persatuan dan kesatuan yang abadi.
Jumlah pucuk daun kelapa sebanyak 17, melambangkan tanggal 17, sedangkan jumlah butir mutiara sebanyak 8, melambangkan bulan 8 (agustus), dan pucuk daun sagu sebanyak 45, melambangkan tahun 45 (1945). Kesemuanya itu melambangkan hari yang sangat bersejarah, yaitu Proklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945.
Maluku atau yang dikenal secara internasional sebagai Moluccas dan Molukken adalah provinsi tertua yang ada di Indonesia dimana lintasan sejarah Maluku sudah dimulai sejak zaman kerajaan-kerajaan besar di Timur Tengah, seperti kerajaan Mesir yang dipimpin Fir'aun. Bukti bahwa sejarah Maluku adalah yang tertua di Indonesia adalah catatan tablet tanah liat yang ditemukan di Persia, Mesopotamia dan Mesir menyebutkan adanya negeri dari timur yang sangat kaya, merupakan tanah surga, dengan hasil alam berupa cengkeh, emas dan mutiara, daerah itu tak lain dan tak bukan adalah tanah Maluku yang memang merupakan sentra penghasil Pala, Fuli, Cengkeh dan Mutiara. Pala dan Fuli dengan mudah didapat dari Banda Kepulauan, Cengkeh dengan mudah ditemui di negeri-negeri di Ambon, Pulau-Pulau Lease (Saparua, Haruku & Nusa laut) dan Nusa Ina serta Mutiara dihasilkan dalam jumlah yang cukup besar di Kota Dobo, Kepulauan Aru.
Maluku adalah sebuah provinsi di Indonesia. Ibukotanya adalah Ambon. Pada tahun 1999, sebagian wilayah Provinsi Maluku dimekarkan menjadi Provinsi Maluku Utara, dengan ibukota di Sofifi. Provinsi Maluku terdiri atas gugusan kepulauan yang dikenal dengan Kepulauan Maluku.

A.    Sosial Budaya

1.      Suku Bangsa
Suku bangsa Maluku didominasi oleh ras suku bangsa Melanesia Pasifik, yang masih berkerabat dengan Fiji, Tonga, dan beberapa bangsa kepulauan yang tersebar di kepulauan Samudra Pasifik.Banyak bukti kuat yang merujuk bahwa Maluku memiliki ikatan tradisi dengan bangsa bangsa kepulauan pasifik, seperti bahasa, lagu-lagu daerah, makanan, serta perangkat peralatan rumah tangga dan alat musik khas, contoh: Ukulele (yang terdapat pula dalam tradisi budaya Hawaii).

Mereka umumnya memiliki kulit gelap, rambut ikal, kerangka tulang besar dan kuat, dan profil tubuh yang lebih atletis dibanding dengan suku-suku lain di Indonesia, dikarenakan mereka adalah suku kepulauan yang mana aktivitas laut seperti berlayar dan berenang merupakan kegiatan utama bagi kaum pria.

Pada masa modern saat ini, banyak diantara mereka yang sudah memiliki darah campuran dengan suku lain, perkawinan dengan suku Minahasa, Sumatra, Jawa, bahkan kebanyakan dengan bangsa Eropa (umumnya Belanda dan Portugal) sudah lazim di masa modern ini, dan melahirkan keturunan keturunan baru, yang mana sudah bukan ras Melanesia murni lagi. Karena adanya percampuran kebudayaan dan ras dengan orang Eropa inilah maka Maluku merupakan satu-satunya wilayah Indonesia yang digolongkan sebagai daerah Mestizo.

2.      Bahasa
Bahasa yang digunakan di provinsi Maluku adalah Bahasa Melayu Ambon, yang merupakan salah satu dialek bahasa Melayu. Sebelum bangsa Portugis menginjakan kakinya di Ternate (1512), bahasa Melayu telah ada di Maluku dan dipergunakan sebagai bahasa perdagangan. Bahasa Indonesia, seperti di wilayah Republik Indonesia lainnya, digunakan dalam kegiatan-kegiatan publik yang resmi seperti di sekolah-sekolah dan di kantor-kantor pemerintah.Bahasa yang digunakan di pulau Seram, pulau ibu (Nusa Ina/Pulau asal-muasal) dari semua suku-suku di Provinsi Maluku dan Maluku Utara adalah sbb.:

Ø  Bahasa Wamale (di Seram Barat).
Ø  Bahasa Alune (di Seram Barat).
Ø  Bahasa Nuaulu (dipergunakan oleh suku Nuaulu di Seram selatan; antara teluk El-Paputih dan teluk Telutih).
Ø  Bahasa Koa (di pegunungan Manusela dan Kabauhari).
Ø  Bahasa Seti (di pergunakan oleh suku Seti, di Seram Utara dan Telutih Timur).
Ø  Bahasa Gorom (bangsa yang turun dari Seti dan berdiam di Seram Timur).

Sebelum bangsa-bangsa asing (Arab, Cina, Portugis, Belanda dan Inggris) menginjakan kakinya di Maluku (termasuk Maluku Utara), bahasa-bahasa tersebut sudah hidup setidaknya ribuan tahun. Bahasa Indonesia, seperti di wilayah Republik Indonesia lainnya, digunakan dalam kegiatan-kegiatan publik yang resmi seperti di sekolah-sekolah dan di kantor-kantor pemerintah, mengingat sejak 1980-an berdatangan 5000 KK (lebih) transmigran dari Pulau Jawa dsb. Dengan banyaknya penduduk dari pulau lain tsb. maka khazanah bahasa di Pulau Seram (dan Maluku) juga bertambah, yaitu kini ada banyak pemakai bahasa-bahasa Jawa dan Bali dsb.

3.      Agama
            Mayoritas penduduk di Maluku memeluk agama Kristen dan Islam. Hal ini dikarenakan pengaruh penjajahan Portugis dan Spanyol sebelum Belanda yang telah menyebarkan Kekristenan, dan pengaruh Kesultanan Ternate dan Tidore yang menyebarkan Islam di wilayah Maluku serta Pedagang Arab di pesisir Pulau Ambon dan sekitarnya sebelumnya.

4.      Perikanan
Dalam masyarakat Maluku dikenal suatu sistem hubungan sosial yang disebut Pela dan Gandong

B. Perekonomian
            Secara makro ekonomi, kondisi perekonomian Maluku cenderung membaik setiap tahun. Salah satu indikatornya antara lain, adanya peningkatan nilai PDRB. Pada tahun 2003 PDRB Provinsi Maluku mencapai 3,7 triliun rupiah kemudian meningkat menjadi 4,05 triliun tahun 2004. Pertumbuhan ekonomi di tahun 2004 mencapai 4,05 persen dan meningkat menjadi 5,06 persen pada 2005. Namun lapangan kerja diharapkan masih akan meningkat khususnya lewat investasi swasta.
·         Tenaga kerja.
·         Pertanian dan Perkebunan.
·         Hutan dan Ikan.

Hutan dan ikan merupakan komoditas utama di Maluku.

1.                  Pariwisata
Sejak zaman purba kala, Maluku diakui telah memiliki daya tarik alam selain daripada rempah-rempahnya. Terdiri dari ratusan kepulauan membuat Maluku memiliki keunikan panorama disetiap pulaunya dan mengundang banyak turis asing datang untuk mengunjungi bahkan menetap di kepulauan ini. Selain objek wisata alam, beberapa peninggalan zaman kolonial juga merupakan daya tarik tersendiri karena masih dapat terpelihara dengan baik hingga sekarang. Beberapa dari objek wisata terkenal di Maluku antara lain:

Ø  Pantai Natsepa, Ambon.
Ø  Pintu Kota, Ambon.
Ø  Benteng Duurstede, Saparua.
Ø  Benteng Amsterdam, Ambon.
Ø  Benteng Victoria, Ambon.
Ø  Banda Neira, Banda.
Ø  Benteng Belgica, Banda.
Ø  Pantai Hunimoa, Ambon.
Ø  Pantai Ngur Sarnadan (Pasir Panjang), Kai.
Ø  Gua Ohoidertavun di Letvuan, Kai.
Ø  Sawai, Seram.
Ø  Leksula, Buru.
Ø  Pintu Kota, Ambon.
Ø  Pantai Latuhalat, Ambon.
Ø  Tanjung Marthafons, Ambon.
Ø  Taman Manusela, Seram.
Ø  Air Terjun Waihetu, Rumahkay, Seram.
Ø  Pantai Hatuurang.
Ø  Pantai Lokki, Seram.
Ø  Pantai Englas, Seram.
Ø  Pulau Pombo.
Ø  Pulau Tiga.
Ø  Pulau Luciapara.
Ø  Pulau Ay, Run dan Rozengain (Hatta), Kep. Banda.
Ø  Weluan, Kep. Tanimbar.
Ø  Pulau Bais.
Ø  Tanjung Sesar, Seram.
Ø  Pulau Panjang, Pulau Lulpus dan Pulau Garogos.
Ø  Gunung Boy.
Ø  Kilfura, Seram.
Ø  Pantai Soplessy, Seram.
Ø  Gua Lusiala, Seram.
Ø  Pantai Kobisadar.
Ø  Ahuralo, Amahai.
Ø  Gua Hutan Kartenes.
Ø  Goa Akohy di Tamilouw, Seram.
Ø  Benteng Titaley, Seram.
Ø  Danau Binaya, Piliana

B.     Seni dan Budaya.
1.      Musik.
            Alat musik yang terkenal adalah Tifa (sejenis gendang) dan Totobuang. Masing-masing alat musik dari Tifa Totobuang memiliki fungsi yang bereda-beda dan saling mendukung satu sama lain hingga melahirkan warna musik yang sangat khas. Namun musik ini didominasi oleh alat musik Tifa. Terdiri dari Tifa yaitu, Tifa Jekir, Tifa Dasar, Tifa Potong, Tifa Jekir Potong dan Tifa Bas, ditambah sebuah Gong berukuran besar dan Toto Buang, yang merupakan serangkaian gong-gong kecil yang di taruh pada sebuah meja, dengan beberapa lubang sebagai penyanggah. Adapula alat musik tiup yaitu Kulit Bia (Kulit Kerang).

            Dalam kebudayaan Maluku, terdapat pula alat musik petik yaitu Ukulele dan Hawaiian seperti halnya terdapat dalam kebudayaan Hawaii di Amerika Serikat. Hal ini dapat dilihat ketika musik-musik Maluku dari dulu hingga sekarang masih memiliki ciri khas dimana terdapat penggunaan alat musik Hawaiian baik pada lagu-lagu pop maupun dalam mengiringi tarian tradisional seperti Katreji.

            Musik lainnya ialah Sawat. Sawat adalah perpaduan dari budaya Maluku dan budaya Timur Tengah. Pada beberapa abad silam, bangsa Arab datang untuk menyebarkan agama Islam di Maluku, kemudian terjadilah campuran budaya termasuk dalam hal musik. Terbukti pada beberapa alat musik Sawat, seperti rebana dan seruling, yang mencirikan alat musik gurun pasir.

            Diluar daripada beragamnya alat musik, orang Maluku terkenal handal dalam bernyanyi. Sejak dahulupun, mereka sudah sering bernyanyi dalam mengiringi tari-tarian tradisional. Tak ayal bila sekarang, terdapat banyak penyanyi terkenal yang lahir dari kepulauan ini. Sebut saja para legenda seperti Broery Pesoelima dan Harvey Malaihollo. Belum lagi para penyanyi kaliber dunia lainnya seperti Daniel Sahuleka, Ruth Sahanaya, Monica Akihary, Eric Papilaya, Danjil Tuhumena, Romagna Sasabone, Harvey Malaihollo serta penyanyi-penyanyi muda berbakat seperti Glen Fredly, Ello Tahitu dan Moluccas.

2.      Tarian
Tari yang terkenal adalah tari Cakalele yang menggambarkan Tari perang. Tari ini biasanya diperagakan oleh para pria dewasa sambil memegang Parang dan Salawaku (Perisai)Ada pula Tarian lain seperti Saureka-Reka yang menggunakan pelepah pohon sagu. Tarian yang dilakukan oleh enam orang gadis ini sangat membutuhkan ketepatan dan kecepatan sambil diiringi irama musik yang sangat menarik.

            Tarian yang merupakan penggambaran pergaulan anak muda adalah Katreji. Tari Katreji dimainkan secara berpasangan antara wanita dan pria dengan gerakan bervariasi yang enerjik dan menarik. Tari ini hampir sama dengan tari-tarian Eropa pada umumnya karena Katreji juga merupakan suatu akulturasi dari budaya Eropa (Portugis dan Belanda) dengan budaya Maluku. Hal ini lebih nampak pada setiap aba-aba dalam perubahan pola lantai dan gerak yang masih menggunakan bahasa Portugis dan Belanda sebagai suatu proses biligualisme. Tarian ini diiringi alat musik biola, suling bambu, ukulele, karakas, guitar, tifa dan bas gitar, dengan pola rithm musik barat (Eropa) yang lebih menonjol. Tarian ini masih tetap hidup dan digemari oleh masyarakat Maluku sampai sekarang.

            Karena tingginya nilai rempah-rempah di Eropa dan besarnya pendapatan yang dihasilkan, Belanda dan Inggris segera terlibat dalam konflik untuk mendapatkan monopoli atas wilayah ini. Persaingan untuk memiliki kontrol atas kepulaiuan ini menjadi sangat intensif bahakn untuk itu Belanda bahkan memberikan pulau Manhattan (sekarang New York), di pihak lain Inggris memberikan Belanda kontrol penuh atas kepulauan Banda. Lebih dari 6.000 jiwa di Banda telah mati dalam Perang Rempah-Rempah ini. Dan dikemudian hari, kemenangan atas kepulauan ini dikantongi Kerajaan Belanda.



Sumber:

Jenis jenis Senjata khas dari Nusantara



            Siapa yang tidak kenal dengan Nusantara. Sebuah negara yang kaya raya. Kaya dengan Budaya, adat / tradisi, sumberdaya alam hayati maupun non hayati, baik yang berada di darat maupun laut/air. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Pulau  yang ada di Indonesia kurang lebih hampir 13.000 pulau baik pulau mbesar maupun kecil. Letak Indonesia secara astronomis adalah 6 derajat Lintang Utara sampai 11 derajat Lintang Selatan, dan 95 derajat Bujur Timur hingga 141 derajat bujur Timur. Ini berarti Indonesia
terbentang dari Barat ke Timur dilintasi oleh equator (garis khatulistiwa). Dengan kata lain Indonesia tersebar dari Sabang Sampai Meraoke. Penduknya hampir / lebih dari 350 juta jiwa.

            Dengan demikian tentu Indonesia kaya dengan berbagai macam suku atau etnis. secara otomatis budaya dan adat mereka juga beraneka macam. termasuk senjata yang mereka pakai secara turun temurun dari nenek moyang mereka. Nah mari kita coba untu menyimak berbagai gambar dari senjata senjata tradisional mereka .S
enjata parang dan pisau tradisional adalah sebuah alat yang digunakan oleh suku-suku di Indonesia pada masa lalu sebagai senjata untuk berburu maupun sebagai alat membela diri apabila terjadi pertikaian.
            Pada saat ini senjata parang dan pisau biasa digunakan hanya untuk ke kebun atau sedang memasuki wilayah hutan. Bagi sebagian orang yang masih meyakini tahyul parang dan pisau tradisional ini dianggap mengandung nilai mistis, seperti Mandau (Dayak), Rencong (Aceh) dan Keris (Jawa). Tapi bagi orang yang berfkiran lebih modern parang hanyalah sebuah parang dan pisau hanyalah sebuah pisau, tidak punya kekuatan apa-apa (hanyalah sebuah benda mati buatan tangan manusia).
            Marilah kita telusuri apa-apa saja jenis-jenis parang dan pisau tradisional milik bangsa Indonesia ini.


1. Mandau (Dayak, Kalimantan)

Gambar Mandau

            Senjata khas suku Dayak ini, lebih menyerupai sebuah pedang karena ukurannya agak panjang. Mandau ini sangat populer bahkan sangat populer sampai ke luar negeri. Tak terbilang berapa banyak turis mancanegara yang membawa senjata 'Mandau' khas suku Dayak ini sebagai suvenir untuk dibawa pulang ke negeri mereka.
Beberapa kisah tragis tentang Mandau ini pun pernah terjadi beberapa kali, pada saat pertikaian antar suku-suku di kalimantan yang 'konon' telah memakan korban ratusan kepala manusia yang dipenggal oleh 'Mandau' ini.

2. Rencong (Aceh, Sumatra)

Gambar Rencong
            Senjata khas suku Aceh ini lebih menyerupai sebuah pisau karena ukurannya agak pendek. Rencong ini lumayan populer di kalangan bangsa Indonesia, karena bentuknya yang unik. Rencong ini merupakan senjata para bangsawan Aceh pada masa lalu, dan merupakan suatu kebanggaan dan tanda kejantanan bagi pemilik Rencong ini.
Pada masa peperangan melawan penjajah, Rencong ini menjadi salah satu senjata penting bagi masyarakat Aceh untuk melakukan perlawan terhadap penjajah.
Bagi sebagian kecil masyarakat Aceh, Rencong ini sering dianggap sebagai benda pusaka dan keramat, terutama yang telah berusia tua.

3. Keris (Jawa Tengah)

Gambar Keris
            Senjata khas suku Jawa, khususnya bagi masyarakat Jogja dan Jawa Tengah ini adalah suatu senjata yang mengandung nilai mistis dan sakral. Bagi masyarakat Jawa penganut aliran kejawen, bahkan keris ini dianggap memiliki jiwa dan harus dipelihara, dimandikan bahkan diberi makan ? lumayan aneh ... tapi itulah yang terjadi !
            Keris ini memiliki panjang seperti sebuah pisau, hanya saja bentuknya yang tergolong unik, karena bentuknya meliuk-liuk seperti seekor ular.Menurut kisah-kisah masyarakat Jawa Tengah, Keris ini merupakan kebanggaan bagi kaum priyayi (kaum keraton) dan diselipkan di pinggang sebelah kiri sebagai perlambang keperkasaan dan kebangsawanan.

4. Kelewang (Sumatra Utara)

Gambar Kelewang
            Kelewang ini sebenarnya bukanlah senjata khas suku-suku di Sumatra Utara pada masa lampau, seperti Piso Surit atau Pedang Gajah Dompak. Kelewang yang lebih menyerupai pedang panjang ini sebenarnya mulai dikenal pada masa tahun 1900 an  digunakan sebagai alat untuk merampok bagi kalangan perampok pada masa lalu.

            Tercatat pada tahun 1980 an, di kota Medan, kelewang kerap dijadikan sebagai alat untuk perkelahian antar preman ataupun antar organisasi. Hingga kini keberadaan kelewang mulai memudar digantikan oleh parang yang lebih pendek dan lebih praktis.

5. Badik (Bugis-Makasar, Sulawesi)

Gambar Badik
            Senjata pendek ini dinamakan 'Badik' bagi masyarakat Bugis-Makasar. Bentuk nya menyerupai pisau, dan hampir mirip dengan senjata khas Rencong milik suku Aceh.
Badik ini mempunyai sejarah yang cukup lama sejak awal masa kerajaan-kerajaan di Sulawesi, sudah digunakan sebagai alat untuk membela diri maupun pertikaian antar individu maupun antar kelompok.
            Sepertinya Badik ini menjadi suatu bagian bagi setiap pemuda Bugis-Makasar pada masa lalu, karena kemanapun setiap pemuda Bugis-Makasar pergi pasti selalu membawa Badik yang disembunyikan di antara celana dan pinggangnya.
6. Kujang (Sunda, Jawa Barat)

Gambar Kujang
            Kujang adalah sejenis parang khas milik masyarakat suku Sunda pada masa lampau. Saat ini sudah jarang yang memiliki Kujang, karena sudah tergantikan oleh Bedok (Parang Kebun) yang lebih praktis. Kujang memiliki bentuk yang tidak kalah unik dibanding Keris dan Rencong. Bagi masyarakat Jawa Barat yang kebanyakan berprofesi sebagai petani, maka sepertinya lebih efisien membawa Bedok. Nasib Kujang sendiri pun saat ini hanyalah sebagai barang pajangan atau disimpan sebagai benda koleksi saja.

7. Clurit (Madura, Jawa Timur)

Gambar Clurit

            Clurit ini sebenarnya hanya sebuah perangkat kebun biasa, digunakan sebagai alat untuk menebas/ memotong rumput bagi masyarakat Madura, untuk memberi makan ternak sapi. Tetapi tidak jarang Clurit ini pun digunakan sebagai alat untuk bertikai antar individu. Sering terjadi di beberapa daerah di Jawa Timur para pelaku kejahatan menggunakan Clurit ini untuk merampok.
Senjata ini cukup praktis dan bentuknya menyerupai bulan sabit (melengkung dan tajam di bagian dalam), praktis untuk digunakan sebagai alat berkebun.
Di beberapa daerah lain di Indonesia seperti di Jawa Tengah dan Jawa Barat, clurit ini juga digunakan untuk kegiatan berkebun tapi dengan sebutan yang berbeda, yaitu Arit.
 
8. Pisau Belati (Papua)

Gambar Belati

            Salah satu senjata tradisional di Papua adalah Pisau Belati. Senjata ini terbuat dari tulang kaki burung kasuari dan bulunya menghiasi hulu belati tersebut. senjata utama penduduk asli Papua lainnya adalah Busur dan Panah. Busur tersebut dari bambu atau kayu, sedangkan tali Busur terbuat dari rotan. Anak panahnya terbuat dari bambu, kayu atau tulang kangguru. Busur dan panah dipakai untuk berburu atau berperang.

9. Parang Salawaki (Maluku)

Gambar Parang Salawaki

            Parang Salawaku adalah sepasang senjata tradisional dari Maluku. Parang Salawaku terdiri dari Parang (pisau panjang) dan Salawaku yang pada masa lalu adalah senjata yang digunakan untuk berperang. Di lambang pemerintah kota Ambon, dapat dijumpai pula Parang Salawaku. Bagi masyarakat Maluku, Parang dan Salawaku adalah simbol kemerdekan rakyat.
            Parang Salawaki menjadi senjata khusus yang sering dipergunakan oleh penduduk asli Maluku dalam berperang melawan musuh. Salah satu perang yang mempergunakan senjata ini adalah ketika Kapitan Patimura dan rakyatnya perang melawan tentara Belanda.Parang berarti pisau besar, biasanya memiliki ukuran yang jauh lebih besar dari pisau, namun lebih pendek jika dibandingkan dengan pedang. Salawaki sendiri memiliki arti perisai. Perisai adalah alat yang dipergunakan untuk melindungi diri dan untuk menangkis serangan senjata lawan

10. Pasatimpo (Sulawesi Tengah)


Gambar Pastimpo

            Pasatimpo adalah sejenis keris yang bentuk hulunya bengkok ke bawah dan sarungnya diberi tali. Senjata ini sering digunakan oleh masyarakat setempat dalam tari-tari penyembuh yang berfungsi sebagai pengusir roh-roh jahat. Kini, Pasa timpo lebih sering digunakan dalam tari-tari kepahlawanan. Fungsinya hanya untuk membesarkan jiwa penarinya. Karena keris tidak digerakan tetapi cukup diikatkan saja pada pinggang penari sebagai hiasan.

11. Sampari (Nusa Tenggara Barat)

Gambar Sampari

            Masyarakat di kabupaten Bima dan Dompu yang berasal dari satu etnis yaitu Mbojo, mendiami bagian timur pulau Sumbawa, mengenal tradisi menganugrahkan
senjata (keris) kepada anak laki-laki menjelang di-khitan. Tradisi ini disebut Compo Sampari yang berlangsung sampai sekarang. Si anak yang telah dianugrahi (Compo) keris (Sampari) dari kakek-nya, selanjutnya melakukan Maka dengan ucapan sebagai berikut : "Mada dau Raga, Wau Jaga Sarumbu" yang arti harfiahnya, saya laki-laki jantan, sanggup menjaga diri atau membela diri.

12. Golok (DKI Jakarta)

Gambar Golok
            Golok adalah pisau besar dan berat yang digunakan sebagai alat berkebun sekaligus senjata yang jamak ditemui di Asia Tenggara. Hingga saat ini kita juga bisa melihat golok digunakan sebagai senjata dalam silat.
            Ukuran, berat, dan bentuknya bervariasi tergantung dari pandai besi yang membuatnya. Golok memiliki bentuk yang hampir serupa dengan machete tetapi golok cenderung lebih pendek dan lebih berat, dan sering digunakan untuk memotong semak dan dahan pohon. Golok biasanya dibuat dari besi baja karbon yang lebih lunak daripada pisau besar lainnya di dunia. Ini membuatnya mudah untuk diasah tetapi membutuhkan pengasahan yang lebih sering.
            Salah satu senjata tradisional masyarakat Betawi, yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan sudah menyatu dalam kehidupan mereka. Setiap keluarga Betawi pasti memilikinya, bahkan setiap lelaki pada zaman dahulu selalu membawanya kemanapun mereka pergi,bahkan ada beberapa pantun yang diciptakan berkaitan dengan golok.
Sumber :